"Bukankan hati kita berkobar-kobar, ketika Ia berbicara dengan kita di tengah jalan dan ketika Ia menerangkan Kitab Suci kepada kita?" (Lukas 24:32)



Showing posts with label Reflection. Show all posts
Showing posts with label Reflection. Show all posts

24 Aug 2016

Ambillah, Tuhan KEMERDEKAANKU

Misa Minggu pagi pukul 8:30 anak-anak dari sekolah Santa Ursula BSD menyanyikan lagu dari PS 382 sebagai lagu persiapan persembahan. Lagu yang sering kali kedengar dan kunyanyikan.

Entah mengapa tadi pagi saat sampai pada kata-kata 
“Hanya rahmat dan kasih dari-Mu yang kumohon menjadi hartaku.
Hanya rahmat dan kasih dari-Mu yang kumohon menjadi hartaku.”
aku begitu tersentuh dan air mata mulai menggenang di mataku sampai koor selesai menyanyikan lagu itu.

Saat merenungkannya aku baru menyadari betapa indah doa dari St. Ignatius Loyola (1491-1556) itu. Memang hanya rahmat dan kasih Tuhan lah yang seharusnya menjadi harta paling berharga dan tak ternilai dalam hidupku.

 Dengan menyerahkan kemerdekaan, kehendak serta pikiranku, aku mau tunduk pada Tuhan, bahkan semua yang ada padaku juga aku serahkan kepada-Nya agar digunakan seturut hasrat-Nya. Dengan menyerahkan semua itu kepada Tuhan, Dia dapat bekerja di dalam aku dan aku akan menjadi alat yang sungguh berguna dalam tangan-Nya.

Jika aku merdeka dengan kehendak dan pikiranku sendiri, aku tetap dapat melayani dan bekerja di ladang-Nya. Namun hasilnya akan berlipat ganda jika TUHAN yang bekerja di dalam aku, bukan aku dengan kemanusiaanku yang terbatas itu.

Jika aku mau menyerahkan semua itu kepada Tuhan, rahmat dan kasih-Nya akan hadir dalam hidupku dan aku akan bebas dari segala kekuatiran, ketakutan, kegelisahan, … Karena atas segala yang kuserahkan itu, Tuhan akan menganugerah rahmat dan kasih-Nya, harta yang paling berharga dan tak ternilai itu, sebagai gantinya.

Ya Tuhan, terima kasih atas insight yang Engkau anugerahkan dalam Perayaan Ekaristi tadi pagi, biarlah Roh Kudus-Mu membimbing dan memampukan aku agar apa yang aku pahami melalui sapaan-Mu tadi pagi dapat terlaksana dalam hidupku. Amin.


Paroki Serpong St. Monika, 21 Agustus 2016

30 Oct 2014

Perhatikanlah Cara Kamu Mendengar

"Sebab tidak ada sesuatu yang tersembunyi yang tidak akan dinyatakan dan tidak ada sesuatu yang rahasia yang tidak akan diketahui dan diumumkan. Karena itu perhatikanlah cara kamu mendengar." (Luk 8:17-18a)           

Tidak ada sesuatu yang tersembunyi dan rahasia dalam Firman Tuhan. Tinggal bagaimana saya mau mendengarkannya: apakah saya hanya mendengar yang menyenangkan hati saya saja, dan menulikan telinga hati saya terhadap teguran-teguran-Nya?      

Ya Bapa, bantu aku untuk mau mendengarkan sapaan-sapaan-Mu dalam Firman-Mu, khususnya ketika Engkau menegurku akan kesalahan-kesalahanku, sehingga aku boleh Kau bentuk menjadi pribadi yang semakin berkenan kepada-Mu. Amin


BSD, 22 September 2014

20 Mar 2013

The Pharisee in me...


To some who were confident of their own righteousness and looked down on everyone else, Jesus said... "For all those who exalt themselves will be humbled, and those who humble themselves will be exalted.” (Luke 18:9, 14b)

These verses rebuke me... for some times I consider myself as a righteous person and hence looked down on others. The fact is, some times I also make mistakes, don't I? I am not doing the right thing all the time...

Lord, forgive me, if some times I looked down on others because I see their behavior as improper and therefore I tend to 'labeling' them as an errant person, while I do have my shortcomings and weaknesses in me which I need to improve.    

Teach me to be humble like You, Lord Jesus, and don't let me easily 'labeling' others just because I consider some of their behavior as improper. Enable me to see others as Your good creation... Amen. 
   

9 Mar 2013

Si Anak Sulung



Bacaan Injil hari Minggu 10 Maret 2013 mengisahkan mengenai pertobatan anak bungsu yang setelah menghambur-hamburkan harta warisan yang menjadi bagiannya, menyadari kesalahannya dan mohon ampun kepada ayahnya. Bagaimana dengan si anak sulung yang merasa baik, taat dan benar karena tidak melakukan hal-hal yang dilakukan oleh adiknya? 

Secara tidak sadar, saya pernah menjadi si anak sulung dalam arti bahwa saya baik, taat dan merasa tidak ada yang salah dalam hidup doaku. Ketika itu saya ada satu permohonan yang tak jemu-jemu saya doakan, yang saya imani bahwa bagi Tuhan tidak ada yang mustahil bukan? Hampir dua tahun lamanya saya bertekun dalam permohonan itu. Sampai akhirnya dalam suatu retret, pada misa penutupan hari Minggunya, saya baru menyadari bahwa selama ini saya ngotot dengan keinginan yang saya mohonkan dalam doa-doa saya selama ini. 

Bacaan yang menggugah kesadaran saya akan kesalahan saya itu dibacakan dari Yesaya 55:8-9 “Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman Tuhan. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalan-Mu dan rancangan-Ku dari rancanganmu,” yang sebenarnya juga merupakan salah satu ayat favoritku. Ketika mendengar firman ini, baru saya menyadari bahwa saya telah berdosa karena ‘menolak’ rencana Allah dalam hidupku dan bersikeras dengan kemauanku sendiri. Padalah Allah mempunyai rencana yang lebih ‘agung’ dari yang selama ini saya doakan…

Dalam masa pra-Paskah ini marilah kita mencoba merefleksikan apakah secara tidak sadar kita telah menjadi anak sulung yang merasa benar? Semoga terang kesadaran ilahi membantu kita untuk mempersiapkan hati dalam masa pertobatan ini. Amin. 


BSD, 9 Maret 2013

5 Dec 2012

The best is yet to come...


Recently I join a team to hold a training course for about four months. There are some old friends and new ones in the team. During the preparation, in the discussions, we have some differences... it’s a common thing, right? What I learned from the process is that although my opinion may not be accepted at first, but in the end the team went on with my suggestions... Happy, off course, because I think they are good suggestions-though I was disappointed at first. But somehow, other friends agree with me and hence there goes my suggestions being applied in our team. So, I get what I want in the end, although it have to come in circles before it is done.


Reflecting it into my prayers, I have some “haven’t been answered prayers”... May be through these incidents in the team, God wants me to know that He already knew what I want. But the fulfillment is still on the way, circling somewhere before it comes my way... I just have to never stop hoping, rejoice and believe that everything will be good in His will.

Thank you God for all the things You have granted to me... Help me to keep my faith to believe that everything will be good for me in Your time, in Your will, in Your way to deliver it to me. Amen.


BSD, 4 December 2012

14 Jan 2012

He leads me back

Some says that there are many ways to Rome… I was thinking about my trip to Singapore with my colleagues last month. One evening I decided to split away from them and go to Little India for sightseeing, because it was Deepavali's eve and I want to see the light up (Deepavali is popularly known as the "festival of lights" - link: http://en.wikipedia.org/wiki/Diwali) and 'feel the atmosphere' there.

I never went to Little India before, therefore I borrow my friend’s city map so I won’t get lost during my solitary tour. As the night fall and I was heading to the MRT station, I was quite confused about the surrounding. I have walked to the right direction but then I decided to turn back, away from the MRT station. Finally after some minutes of studying the map and the surrounding landmarks, I found my way back to the MRT station.

Reflecting it into my life… there are some wrong turnings I’ve done in my life, but somehow God leads me back to Him. Through retreats, Bible study, private prayers… He guides me back to His open arms and find His path to be followed again.


Dear God, I thank You for not letting me get lost along my journey of life. Please always guide my way back to You. And if I should ever turn away from You, please don’t let me walk away from You. Lead me back to You in Your everlasting love and patience... Amen.



BSD, October 2011

12 Aug 2011

Elang Emas


Pada jaman dahulu seorang satria Indian menemukan sebutir telur burung elang di puncak gunung. Diletakkannya telur burung elang itu di dekat telur-telur ayam yang akan dierami. Ketika waktunya tiba, telur-telur itu pun menetas, demikian pula telur burung elang itu. Burung elang kecil itu bertumbuh seiring dengan anak-anak ayam lainnya.

Beberapa waktu kemudian ia belajar berkokok seperti ayam, mengais-ngais tanah dan mencari cacing. Dia juga belajar untuk mencapai cabang-cabang yang pendek dari semak belukar seperti halnya anak ayam lainnya.

Suatu hari ketika sudah dewasa, burung elang itu melihat ke atas dan melihat sesuatu yang besar sekali. Di atas sana, di langit biru, seekor burung besar dan indah sedang terbang di angkasa. Kelihatannya dia terbang tanpa perlu mengepakan sayapnya. Burung elang dewasa itu pun terkagum-kagum. Dihampirinya ayam yang lain dan bertanya, “Burung apakah di atas itu?” Ayam pun melihat dan menyahut, “O, itu adalah elang emas, raja segala burung. Tetapi jangan perhatikan burung itu. Tempat kamu dan aku ada di bawah, di tanah.” Burung elang itu pun tidak pernah lagi memandang ke atas. Sampai akhirnya ia mati dengan tetap mengira dirinya adalah seekor ayam.

Begitulah bagaimana setiap orang memperlakukan burung elang itu, dan begitulah bagaimana burung elang itu, tumbuh, hidup dan mati.

Cinta berarti melihat seekor elang di dalam diri kita sendiri, menyadari siapa diri kita sebenarnya agar kita dapat membuka sayap-sayap kita dan terbang. Karena itu, kita menciptakan elang itu di dalam diri kita sendiri. Kita cenderung menjadi seperti yang kita bayangkan dan cenderung melihat orang lain sebagai pantulan dari diri kita sendiri. Orang baik melihat kebaikan di mana-mana, orang jahat melihat kejahatan.

Lebih dari itu, dengan cinta kita hendaknya juga dapat melihat kebaikan di dalam diri seseorang dan kita harus mengkomunikasikan hal itu kepada orang tersebut, sehingga dengan begitu ia bisa berubah menjadi baik karena orang lain telah membantunya melihat dan menyadari kebaikan-kebaikan dalam dirinya…
sebuah pribadi diciptakan kembali.

Bayangkan Yesus tepat berada di depan Anda. Dia berbicara kepada Anda mengenai semua kebaikan, keindahan dan seluruh kualitas baik yang dilihatNya dalam diri Anda. Anda mungkin akan mulai mempersalahkan diri karena segala macam cacat dan dosa Anda. Tetapi Yesus menerima semua kekurangan Anda itu, Dia membiarkan Anda mempunyai segala cacat ini. Cacat-cacat tersebut tidak mengubah kebaikan dan keindahan yang Dia lihat di dalam diri Anda. Lihatlah pengaruhnya terhadap diri Anda. Terimalah cinta Yesus… dan cinta mereka yang mencintai Anda.

Kitab Suci bercerita kepada kita tentang pertemuan Yesus dengan Simon Petrus untuk pertama kalinya. Dia melihat sesuatu yang tak seorang pun dapat melihatnya di dalam diri Simon. Karena itu, Dia menjulukinya ‘batu karang’. Itulah yang kemudian menyebabkan perubahan dalam diri Simon. Kemudian, bayangkan Yesus sedang berdiri di hadapan Anda. Julukan apa yang akan Dia berikan kepada Anda?

Jakarta, 15 Agustus 2005
(sumber: buku-buku Anthony de Mello)

19 Jul 2011

Berkat Yang Tersamar


Sering kali pada saat kejadian yang tidak menyenangkan menimpa, kita bertanya-tanya mengapa TUHAN membiarkan hal itu terjadi? Terlebih bila selama ini kita merasa telah menjadi anak Allah yang baik. Mengapa hal-hal buruk masih terjadi pada kita? Ada peristiwa-peristiwa dalam hidup kita yang sulit dimengerti pada saat kita mengalaminya. Kita hanya dapat berpasrah pada-NYA, percaya bahwa DIA tidak akan memberikan yang buruk kepada kita (bdk Yer 29:11).


Ilustrasi di bawah ini mungkin dapat membantu kita memahami bahwa sebenarnya di balik “kemalangan” itu ada berkat yang tersamar, yang belum kita sadari pada saat itu.


Ada sebuah kisah tentang seorang raja yang mempunyai seorang teman baik. Temannya ini punya kebiasaan berkomentar, “Ini bagus!” atas semua situasi dalam hidupnya, positif maupun negatif.

Suatu hari Sang Raja dan temannya pergi berburu. Temannya mempersiapkan dan mengisikan peluru untuk senapan Sang Raja. Kelihatannya Sang Teman melakukan kesalahan dalam mempersiapkan senjata tersebut, karena setelah raja menerima senapan itu dari temannya, senapan itu meletus dan mengenai jempolnya.

Seperti biasa Sang Teman berkomentar, “Ini bagus!”, yang oleh raja dijawab, “Tidak, ini tidak bagus!” dan raja tersebut menjebloskan temannya ke penjara.

Kurang lebih setahun kemudian, Sang Raja pergi berburu ke daerah yang berbahaya. Ia ditangkap oleh sekelompok orang kanibal, kemudian dibawa ke desa mereka. Mereka mengikat tangannya dan menumpuk kayu bakar, bersiap untuk membakarnya. Ketika mereka mendekat untuk menyalakan kayu tersebut, mereka melihat bahwa Sang Raja tidak mempunyai jempol. Karena percaya pada tahayul, mereka tidak pernah makan orang yang tidak utuh. Jadi mereka membebaskan Raja itu.

Dalam perjalanan pulang, Raja tersebut ingat akan kejadian yang menyebabkan dia kehilangan jempolnya dan merasa menyesal atas perlakuannya terhadap teman baiknya. Raja langsung pergi ke penjara untuk berbicara dengan temannya.

"Kamu benar", katanya, “baguslah bahwa aku kehilangan jempolku.” Dan ia menceritakan kejadian yang baru dialaminya kepada temannya itu.

“Saya menyesal telah menjebloskan kamu ke penjara begitu lama. Saya telah berlaku jahat kepadamu.”

“Tidak,” kata temannya,”Ini bagus!”.
“Apa maksudmu, ‘Ini bagus!’? Bagaimana bisa bagus, aku telah mengirim kamu ke penjara selama satu tahun.”

Temannya itu menjawab, “Kalau kamu tidak memenjarakan aku, aku tadi pasti bersamamu.”


Kehilangan jempol ataupun kebebasan karena di penjara bukanlah hal yang menyenangkan. Namun karena 2 peristiwa itulah, Sang Raja dan temannya tidak menemui ajalnya dalam peristiwa tahun berikutnya.

Demikian pula dalam hidup kita, ada peristiwa yang menyebabkan kita kehilangan materi, mata pencaharian bahkan orang yang kita kasihi. Tentu saja itu membuat kita sedih, kesal, marah, bahkan menggugat TUHAN karenanya.

Beberapa di antara kita mengalami pergumulan batin yang panjang karena penolakan kita atas kejadian yang tidak menyenangkan ini. Ada yang menolak begitu keras, sehingga menjauh dari TUHAN.

Namun jika kita dapat mengikuti sikap teman raja di atas, yang secara positif menerima setiap peristiwa baik maupun buruk dalam hidup kita, niscaya suatu hari nanti kita akan menyadari adanya berkat-berkat yang tersamar dalam setiap peristiwa yang kita alami.

Jadi, seperti kata Anthony de Mello, marilah belajar untuk berkata “YA” terhadap setiap peristiwa dalam hidup kita. “YA” berarti menerima tanpa syarat segala sesuatu yang direncanakan TUHAN dalam hidup ini.

Pada saatnya nanti, kita akan dapat “melihat” berkat-berkat yang tersamar dalam berbagai peristiwa di kehidupan kita; karena TUHAN bekerja dengan cara-NYA yang misterius, yang tidak terselami oleh keterbatasan akal kita.


Karangjati, 28 Maret 2003

7 Jul 2011

Bersyukurlah Senantiasa


Selalu bersyukur? Memangnya gampang? Alih-alih bersyukur, mengeluh senantiasa itulah kebiasaan kita. "Manusia tidak pernah puas," begitulah yang sering kita dengar.

Benarkah ada banyak hal yang dapat kita syukuri? Selama ini kita cenderung hanya mensyukuri hal-hal yang membuat kita bahagia dan senang. Sementara banyak berkat-berkat "kecil" yang terlewatkan begitu saja, karena kita menganggapnya sebagai yang seharusnya (we take for granted.)

Kita dapat mengawali hari kita dengan mengucap syukur atas hari yang baru, atas matahari yang dengan setia terbit tiap pagi. Kalaupun pagi itu hujan, tentunya tidak berkurang syukur kita. Tiba di kantor atau tujuan kita yang lain, kita bersyukur atas perlindunganNYA dalam perjalanan kita. Berjumpa dengan teman-teman, kita merasakan indahnya persahabatan.

Sering kita lupa, betapa beruntungnya kita mempunyai orang tua yang mengasihi kita, yang mencintai kita tanpa syarat, yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan kita dan berusaha memberikan pendidikan terbaik untuk kita. Kita mempunyai saudara-saudara yang memperhatikan; tempat berbagi cerita, suka dan duka. Juga ada guru/dosen yang telah membagikan ilmunya kepada kita.

Kalau kita sakit, kita bertanya kepada TUHAN, mengapa kita diberi penyakit? Sedangkan kalau sehat, kita jarang mensyukurinya. Bersyukurlah kepada TUHAN karena organ-organ dalam tubuh kita bekerja dengan baik tanpa kita perintah. Panca indera kita membantu kita untuk melihat, merasakan, mendengar dan mencium indahnya ciptaan TUHAN (yang hanya kadang-kadang kita syukuri.)

Kita sering mengeluh pekerjaan kita membosankan, gajinya kecil padahal tanggung jawabnya besar, atasan kita menyebalkan, dst, dst. Kita lupa bahwa masih banyak saudara kita yang menganggur di luar sana. Kita membuang-buang makanan (karena mengambil terlalu banyak, tidak disimpan dengan baik sehingga menjadi rusak/busuk, dan sebagainya.) sementara beribu-ribu orang di negeri ini tidak mampu makan dengan layak. Kita merasa iri dengan tetangga atau teman kita karena rumah mereka lebih bagus dan nyaman dibandingkan rumah kita dan tidak bersyukur bahwa kita punya tempat untuk beristirahat dengan nyaman setelah beraktivitas seharian.
Sebagai orang Katolik kita sering tidak menyadari bahwa melalui pembaptisan kita telah diangkat sebagai Anak Allah, telah diselamatkan oleh wafat Kristus di kayu salib. Menerima kehadiran Kristus sendiri dalam Sakaramen Maha Kudus pun, begitu-begitu saja, nothing special. Makan roti biasa saja tanpa penghayatan bahwa Kristus benar-benar hadir dalam diri kita. Sakramen Pengakuan Dosa juga Cuma sekedar rutinitas saja menjelang hari raya Natal dan Paskah.

Jadi mengapa kita harus bersyukur? Apa untungnya? Karena dengan bersyukur kita menyadari sungguh besar kasih Allah kepada kita. Dengan demikian kita dapat semakin merasa dekat denganNYA, dapat berbagi beban denganNYA (bdk Mat 11:28.) Dengan bersyukur berarti kita menerima semua hal yang kita syukuri tersebut. Penerimaan kita ini merupakan salah satu cara kita untuk membalas kasih Allah. Dengan penerimaan ini pula, kita dapat beroleh damaiNYA. Dengan menerima peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidup kita, kita tidak lagi "membuang-buang energi" untuk menyalahkan orang lain (bahkan TUHAN), iri atas kebahagiaan orang lain, membuat rencana buruk terhadap orang lain, dsb yang malah membuat kita tidak tenang.
Sebelum menyudahi tulisan ini, saya ingin mensharingkan bacaan berikut:

God's Boxes
I have in my hands two boxes which God gave me to hold. He said, "Put all your sorrows in the black box, and all your joys in the gold. "I heeded His words, and in the two boxes, both my joys and sorrows I stored.
But though the gold became heavier each day, the black was as light as before. With curiosity, I opened the black, I wanted to find out why, and I saw, in the base of the box, a hole, which my sorrows had fallen out by. "I wonder where my sorrows could be. "He smiled a gentle smile and said, "My child, they're all here with me."
I asked God, why He gave me the boxes, why the gold, and the black with the hole? "My child, the gold is for you to count your blessings, the black is for you to let go." So, let us start learning to count our blessings (and let go all the bitterness in our life.)

Karangjati, 21 Maret 2003