"Bukankan hati kita berkobar-kobar, ketika Ia berbicara dengan kita di tengah jalan dan ketika Ia menerangkan Kitab Suci kepada kita?" (Lukas 24:32)



12 Aug 2011

Elang Emas


Pada jaman dahulu seorang satria Indian menemukan sebutir telur burung elang di puncak gunung. Diletakkannya telur burung elang itu di dekat telur-telur ayam yang akan dierami. Ketika waktunya tiba, telur-telur itu pun menetas, demikian pula telur burung elang itu. Burung elang kecil itu bertumbuh seiring dengan anak-anak ayam lainnya.

Beberapa waktu kemudian ia belajar berkokok seperti ayam, mengais-ngais tanah dan mencari cacing. Dia juga belajar untuk mencapai cabang-cabang yang pendek dari semak belukar seperti halnya anak ayam lainnya.

Suatu hari ketika sudah dewasa, burung elang itu melihat ke atas dan melihat sesuatu yang besar sekali. Di atas sana, di langit biru, seekor burung besar dan indah sedang terbang di angkasa. Kelihatannya dia terbang tanpa perlu mengepakan sayapnya. Burung elang dewasa itu pun terkagum-kagum. Dihampirinya ayam yang lain dan bertanya, “Burung apakah di atas itu?” Ayam pun melihat dan menyahut, “O, itu adalah elang emas, raja segala burung. Tetapi jangan perhatikan burung itu. Tempat kamu dan aku ada di bawah, di tanah.” Burung elang itu pun tidak pernah lagi memandang ke atas. Sampai akhirnya ia mati dengan tetap mengira dirinya adalah seekor ayam.

Begitulah bagaimana setiap orang memperlakukan burung elang itu, dan begitulah bagaimana burung elang itu, tumbuh, hidup dan mati.

Cinta berarti melihat seekor elang di dalam diri kita sendiri, menyadari siapa diri kita sebenarnya agar kita dapat membuka sayap-sayap kita dan terbang. Karena itu, kita menciptakan elang itu di dalam diri kita sendiri. Kita cenderung menjadi seperti yang kita bayangkan dan cenderung melihat orang lain sebagai pantulan dari diri kita sendiri. Orang baik melihat kebaikan di mana-mana, orang jahat melihat kejahatan.

Lebih dari itu, dengan cinta kita hendaknya juga dapat melihat kebaikan di dalam diri seseorang dan kita harus mengkomunikasikan hal itu kepada orang tersebut, sehingga dengan begitu ia bisa berubah menjadi baik karena orang lain telah membantunya melihat dan menyadari kebaikan-kebaikan dalam dirinya…
sebuah pribadi diciptakan kembali.

Bayangkan Yesus tepat berada di depan Anda. Dia berbicara kepada Anda mengenai semua kebaikan, keindahan dan seluruh kualitas baik yang dilihatNya dalam diri Anda. Anda mungkin akan mulai mempersalahkan diri karena segala macam cacat dan dosa Anda. Tetapi Yesus menerima semua kekurangan Anda itu, Dia membiarkan Anda mempunyai segala cacat ini. Cacat-cacat tersebut tidak mengubah kebaikan dan keindahan yang Dia lihat di dalam diri Anda. Lihatlah pengaruhnya terhadap diri Anda. Terimalah cinta Yesus… dan cinta mereka yang mencintai Anda.

Kitab Suci bercerita kepada kita tentang pertemuan Yesus dengan Simon Petrus untuk pertama kalinya. Dia melihat sesuatu yang tak seorang pun dapat melihatnya di dalam diri Simon. Karena itu, Dia menjulukinya ‘batu karang’. Itulah yang kemudian menyebabkan perubahan dalam diri Simon. Kemudian, bayangkan Yesus sedang berdiri di hadapan Anda. Julukan apa yang akan Dia berikan kepada Anda?

Jakarta, 15 Agustus 2005
(sumber: buku-buku Anthony de Mello)

10 Aug 2011

Mazmur 37


Semalam, seperti biasanya sebelum tidur aku berdoa. Banyak yang aku utarakan dalam doaku itu, di antaranya beberapa peristiwa yang kualami akhir-akhir ini yang menggangguku, permohonan-permohonan yang telah sering kudoakan, juga keselamatan untuk perjalanan saudaraku yang kebetulan malam itu sedang bepergian ke luar kota. Aku juga mengutarakan niatku untuk mencari ayat dalam Alkitab untuk suatu artikel yang telah lama belum aku selesaikan. Rencananya artikel tersebut akan kukirimkan ke Pondok Renungan.

Jadi setelah selesai berdoa, kuambil Kitab Suciku. Kubuka kitab Mazmur, karena seingatku di situlah ayat yang kucari itu. Pada halaman yang terbuka itu, aku melihat beberapa ayat yang pernah kutandai sebelumnya. Betapa terkejutnya aku ketika menyadari bahwa ayat-ayat tersebut sangat relevan dengan doaku malam itu.

Salah satu ayat tersebut adalah “Tuhan menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepadaNya”. Akhir-akhir ini aku merasa bahwa sudah waktunya bagiku untuk melangkah memasuki suatu babak baru dalam hidupku. Aku mulai jenuh dengan pekerjaanku...

Orang tuaku mengharap aku pindah ke Jakarta karena kedua kakakku tinggal di sana. Namun membayangkan Jakarta yang macet dan jarak yang jauh dari tempat ke tempat membuatku tidak mantap melangkah ke sana.

Temanku di Singapura mendorongku untuk cari kerja di sana, setelah aku bercerita bahwa papa mendukungku untuk cari kerja di Singapura (meskipun berharap aku pindah ke Jakarta, tapi papa tidak keberatan aku kerja di Singapura). Tapi aku sendiri tidak yakin aku akan mendapatkan pekerjaan di sana, apalagi dalam kondisi ekonomi dunia yang sedang lesu. Kalaupun aku nekad pergi ke sana, aku harus memperhitungkan apakah tabunganku cukup untuk biaya hidup di sana sampai aku dapat pekerjaan.

Pilihan lain adalah pindah ke perusahaan lain di daerah sini, yang juga belum pasti mau ke mana dan apakah ada lowongan di masa sulit ini? Jadi segalanya masih belum pasti bagiku untuk melangkah ke mana. Namun sementara menimbang dan mencari berbagai informasi, aku akan “Bergembiralah karena Tuhan, maka Ia akan memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu. Serahkanlah hidupmu kepada Tuhan dan percayalah kepadaNya, dan Ia akan bertindak.”

Berulang-ulang kubaca ayat-ayat itu. Aku percaya pada saatnya nanti, langkah mana pun yang kupilih, Tuhan akan memantapkan aku menjalani pilihanku itu. Dan dengan penguatan dari ayat-ayat ini, kiranya imanku kepadaNYA semakin tumbuh dan berkembang. Amin.


Karangjati, 19 Juli 2003