Bacaan Injil hari Minggu 10 Maret 2013 mengisahkan
mengenai pertobatan anak bungsu yang setelah menghambur-hamburkan harta warisan
yang menjadi bagiannya, menyadari kesalahannya dan mohon ampun kepada ayahnya.
Bagaimana dengan si anak sulung yang merasa baik, taat dan benar karena tidak
melakukan hal-hal yang dilakukan oleh adiknya?
Secara tidak sadar, saya pernah menjadi si
anak sulung dalam arti bahwa saya baik, taat dan merasa tidak ada yang salah
dalam hidup doaku. Ketika itu saya ada satu permohonan yang tak jemu-jemu saya
doakan, yang saya imani bahwa bagi Tuhan tidak ada yang mustahil bukan? Hampir
dua tahun lamanya saya bertekun dalam permohonan itu. Sampai akhirnya dalam
suatu retret, pada misa penutupan hari Minggunya, saya baru menyadari bahwa
selama ini saya ngotot dengan keinginan yang saya mohonkan dalam doa-doa saya
selama ini.
Bacaan yang menggugah kesadaran saya akan
kesalahan saya itu dibacakan dari Yesaya 55:8-9 “Sebab rancangan-Ku bukanlah
rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman Tuhan. Seperti
tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalan-Mu dan
rancangan-Ku dari rancanganmu,” yang sebenarnya juga merupakan salah satu ayat
favoritku. Ketika mendengar firman ini, baru saya menyadari bahwa saya telah
berdosa karena ‘menolak’ rencana Allah dalam hidupku dan bersikeras dengan
kemauanku sendiri. Padalah Allah mempunyai rencana yang lebih ‘agung’ dari yang
selama ini saya doakan…
Dalam masa pra-Paskah ini marilah kita
mencoba merefleksikan apakah secara tidak sadar kita telah menjadi anak sulung
yang merasa benar? Semoga terang kesadaran ilahi membantu kita untuk
mempersiapkan hati dalam masa pertobatan ini. Amin.
BSD, 9 Maret 2013