"Bukankan hati kita berkobar-kobar, ketika Ia berbicara dengan kita di tengah jalan dan ketika Ia menerangkan Kitab Suci kepada kita?" (Lukas 24:32)



2 Jul 2011

Betapa bodohnya aku!


Aku adalah seseorang yang suka membuat rencana. Kalau tidak ada rencana, rasanya
aku berjalan tanpa arah. Rencanaku juga tidak hanya satu, tetapi ada Plan A,
Plan B, dst.

Kadang aku juga suka membaca Kitab Suci dan menemukan ayat-ayat yang berkesan.
Salah satunya adalah Yesaya 55:8-9 “Sebab rancanganKu bukanlah rancanganmu, dan
jalanmu bukanlah jalanKu, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit
dari bumi, demikianlah tingginya jalanKu dari jalanmu dan rancanganKu dari
rancanganmu”. Jadi aku menyadari bahwa meskipun aku punya banyak rencana, namun
BAPA punya rencana lain untukku yang belum aku sadari atau pun aku mengerti.

Selama ini kujalani hidupku dengan rencana-rencanaku. Kalaupun ada rencanaku
yang tidak berjalan sesuai yang kuharapkan pada akhirnya aku menyadari bahwa
BAPA memberikan yang lebih baik daripada yang kurencanakan.

Sampai akhirnya ada satu rencanaku yang “berantakan”dan aku berusaha keras agar
rencanaku itu dapat berjalan. Tetapi semakin keras aku mencoba memperbaikinya,
semakin berantakan rencanaku itu, sehingga aku benar-benar sedih karenanya. Aku
menyadari bahwa mungkin yang aku rencanakan tersebut bukan rencana BAPA, tetapi
aku masih selalu meminta kepadaNYA agar rencanaku yang satu ini suatu hari
nanti dapat terlaksana. Saat itu benar-benar susah untuk berpasrah pada
kehendakNYA, sehingga aku sering bertanya-tanya “Apa rencana TUHAN dalam
hidupku?”.

Pertanyaan ini masih muncul setelah tahun berganti tahun dan apa yang
kurencanakan dulu tetap tidak terjadi. Sampai suatu hari dalam kamar pengakuan
dosa, seorang pastor memberikan ayat baru untukku agar aku dapat benar-benar
menerima rencanaNYA, “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada
padaKu mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera
dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh
harapan.“ (Yeremia 29:11). Meskipun demikian, masih tetap sulit bagiku untuk
menerima kenyataan bahwa rencanaku itu sudah gagal total….

Waktu terus berlalu, suatu hari aku mendengar akan ada rombongan dari kotaku
untuk mengikuti Retret Awal di Pertapaan Karmel. Kebetulan ada teman kantor
yang pernah ikut, dan ia mendorongku untuk pergi mengikuti retret tersebut.

Akhirnya aku mengikuti retret itu. Sesi demi sesi berlalu, tapi rasanya tidak
ada kesan yang mendalamdari retret ini. Rasanya masih ada yang mengganjal
meskipun seluruh sesi sudah kuikuti dan tinggal misa “penutup” pada hari Minggu
pagi.

Ternyata Bacaan Pertama dalam misa itu diambil dari Yesaya bab 55, termasuk
ayat yang aku suka di atas. Namun yang aku dengar dalam misa tersebut lain dari
apa yang pernah aku baca, sampai-sampai aku membuka Kitab Suciku untuk
meyakinkan apakah aku tidak salah dengar? Yang aku baca di sana tentu saja seperti yang aku kutip di atas, tapi aku yakin bahwa tadi aku mendengar “….demikianlah jalanKu LEBIH AGUNG dari jalanmu…”. Saat itu baru aku menyadari bahwa aku telah begitu bodoh selama ini… Sungguh bodoh bahwa aku telah menolak rencana TUHAN yang lebih agung dari rencanaku, dengan terus berkutat pada rencanaku itu dan tidak
membiarkan TUHAN melaksanakan rencanaNYA.

Jadi dalam doa sesudah komuni aku berdoa kepadaNYA bahwa aku benar-benar bodoh
telah menolak rencanaNYA, menyesali hal tersebut dan mohon ampunanNYA. Setelah
penerimaan komuni ternyata ada sesi adorasi, yaitu ajakan biarawan/biarawati
Karmel untuk menghormati Sakramen Maha Kudus dan memuji TUHAN. Setiap umat
diperbolehkan untuk mengungkapkan rasa hormatnya dengan sikap atau caranya
masing-masing. Jadi aku mengambil sikap berlutut, membuka kedua tanganku
(seperti saat menyanyikan BAPA KAMI dalam misa) dan mulai berdoa.

Selama adorasi tersebut beberapa biarwan/biarawati Karmel menyerukan nubuat-nubuat
untuk banyak orang yang hadir dalam Misa tersebut. Dan sementara aku berdoa,
aku mulai merasakan jari kelingking kiriku “kesemutan”, yang lama-lama menjalar
ke siku. Lama kelamaan aku merasakan tanganku bergerak dengan sendirinya,
seolah ada yang membimbingnya untuk menelungkupkan tanganku, kembali terbuka,
begitu seterusnya.

Ada pembicaraan di antara peserta retret, bahwa itulah tanda-tandanya kalau Roh
Kudus bekerja. Jadi aku begitu terharu dan berhenti untuk berdoa mengucap
syukur. Aku merasa bahwa doaku sesudah komuni tadi berkenan kepada BAPA, karena
kejadian yang baru saja aku alami itu.

Sesudah berdoa aku kembali mengambil sikap seperti tadi. Tak lama kemudian,
kembali terasa ada yang menggerakan tanganku, jadi aku ikuti saja, percaya bahwa
Roh Kudus sendirilah yang bekerja. Lama kelamaan tanganku terangkat ke atas
kepala, kembali ke depan dada. Begitu seterusnya berlangsung selama adorasi
tersebut dan aku tetap dapat mendengar berbagai nubuat yang diserukan.
Menjelang usainya adorasi tersebut aku berusaha menghentikan gerakan tanganku
dan kembali berdoa mengucapkan syukur kepada BAPA atas pengalaman iman yang
boleh aku terima pagi itu.

“Terima kasih TUHAN karena Engkau tidak membiarkan aku pulang dari retret ini
tanpa kesan, namun Engkau membuatku sadar bahwa selama ini aku telah berdosa
kepadaMU karena menolak rencanaMU yang agung itu.”
Sekarang aku mencoba untuk membiarkan segala sesuatunya berjalan dalam
bimbinganNYA, sesuai rencanaNYA dan tidak lagi ngotot untuk memaksakan
rencanaku sendiri.

Karangjati, September 2002

No comments:

Post a Comment