"Bukankan hati kita berkobar-kobar, ketika Ia berbicara dengan kita di tengah jalan dan ketika Ia menerangkan Kitab Suci kepada kita?" (Lukas 24:32)



19 Jul 2011

Berkat Yang Tersamar


Sering kali pada saat kejadian yang tidak menyenangkan menimpa, kita bertanya-tanya mengapa TUHAN membiarkan hal itu terjadi? Terlebih bila selama ini kita merasa telah menjadi anak Allah yang baik. Mengapa hal-hal buruk masih terjadi pada kita? Ada peristiwa-peristiwa dalam hidup kita yang sulit dimengerti pada saat kita mengalaminya. Kita hanya dapat berpasrah pada-NYA, percaya bahwa DIA tidak akan memberikan yang buruk kepada kita (bdk Yer 29:11).


Ilustrasi di bawah ini mungkin dapat membantu kita memahami bahwa sebenarnya di balik “kemalangan” itu ada berkat yang tersamar, yang belum kita sadari pada saat itu.


Ada sebuah kisah tentang seorang raja yang mempunyai seorang teman baik. Temannya ini punya kebiasaan berkomentar, “Ini bagus!” atas semua situasi dalam hidupnya, positif maupun negatif.

Suatu hari Sang Raja dan temannya pergi berburu. Temannya mempersiapkan dan mengisikan peluru untuk senapan Sang Raja. Kelihatannya Sang Teman melakukan kesalahan dalam mempersiapkan senjata tersebut, karena setelah raja menerima senapan itu dari temannya, senapan itu meletus dan mengenai jempolnya.

Seperti biasa Sang Teman berkomentar, “Ini bagus!”, yang oleh raja dijawab, “Tidak, ini tidak bagus!” dan raja tersebut menjebloskan temannya ke penjara.

Kurang lebih setahun kemudian, Sang Raja pergi berburu ke daerah yang berbahaya. Ia ditangkap oleh sekelompok orang kanibal, kemudian dibawa ke desa mereka. Mereka mengikat tangannya dan menumpuk kayu bakar, bersiap untuk membakarnya. Ketika mereka mendekat untuk menyalakan kayu tersebut, mereka melihat bahwa Sang Raja tidak mempunyai jempol. Karena percaya pada tahayul, mereka tidak pernah makan orang yang tidak utuh. Jadi mereka membebaskan Raja itu.

Dalam perjalanan pulang, Raja tersebut ingat akan kejadian yang menyebabkan dia kehilangan jempolnya dan merasa menyesal atas perlakuannya terhadap teman baiknya. Raja langsung pergi ke penjara untuk berbicara dengan temannya.

"Kamu benar", katanya, “baguslah bahwa aku kehilangan jempolku.” Dan ia menceritakan kejadian yang baru dialaminya kepada temannya itu.

“Saya menyesal telah menjebloskan kamu ke penjara begitu lama. Saya telah berlaku jahat kepadamu.”

“Tidak,” kata temannya,”Ini bagus!”.
“Apa maksudmu, ‘Ini bagus!’? Bagaimana bisa bagus, aku telah mengirim kamu ke penjara selama satu tahun.”

Temannya itu menjawab, “Kalau kamu tidak memenjarakan aku, aku tadi pasti bersamamu.”


Kehilangan jempol ataupun kebebasan karena di penjara bukanlah hal yang menyenangkan. Namun karena 2 peristiwa itulah, Sang Raja dan temannya tidak menemui ajalnya dalam peristiwa tahun berikutnya.

Demikian pula dalam hidup kita, ada peristiwa yang menyebabkan kita kehilangan materi, mata pencaharian bahkan orang yang kita kasihi. Tentu saja itu membuat kita sedih, kesal, marah, bahkan menggugat TUHAN karenanya.

Beberapa di antara kita mengalami pergumulan batin yang panjang karena penolakan kita atas kejadian yang tidak menyenangkan ini. Ada yang menolak begitu keras, sehingga menjauh dari TUHAN.

Namun jika kita dapat mengikuti sikap teman raja di atas, yang secara positif menerima setiap peristiwa baik maupun buruk dalam hidup kita, niscaya suatu hari nanti kita akan menyadari adanya berkat-berkat yang tersamar dalam setiap peristiwa yang kita alami.

Jadi, seperti kata Anthony de Mello, marilah belajar untuk berkata “YA” terhadap setiap peristiwa dalam hidup kita. “YA” berarti menerima tanpa syarat segala sesuatu yang direncanakan TUHAN dalam hidup ini.

Pada saatnya nanti, kita akan dapat “melihat” berkat-berkat yang tersamar dalam berbagai peristiwa di kehidupan kita; karena TUHAN bekerja dengan cara-NYA yang misterius, yang tidak terselami oleh keterbatasan akal kita.


Karangjati, 28 Maret 2003

A very touching song...


Karena Aku Kaucinta
________________________________________
Musik/Lagu : C. Soeliandari Retno
Syair : YR. Widadaprayitna, SJ.
Arrangement : Bayu Nerviadi C., C.

Tiada nada, tiada suara,
Mampu mengungkapkan rasa,
Bahagia tak terkira.
Tiada sungai, tiada samudera,
Mampu tandingi, agung cintaMu,
Lembut hatiMu ubah hidupku.

Hadirmu dalam lubuk hatiku,
Tuk mencintaimu, dengan segenap hatiku.
Kubahagia slalu bersamaMu Yesus,
Karena aku Kau cinta...


Tiada lembah, tiada bukit,
Kan menghalangi langkahku,
Menyambut kasihMu.
Tiada bimbang, tiada ragu,
Tak ingin aku jauh dariMu,
Kuingin hidup bagiMu Yesus.

Hadirmu dalam lubuk hatiku,
Tuk mencintaimu, dengan segenap hatiku.
Kubahagia slalu bersamaMu Yesus,
Karena aku Kau cinta...

7 Jul 2011

Bersyukurlah Senantiasa


Selalu bersyukur? Memangnya gampang? Alih-alih bersyukur, mengeluh senantiasa itulah kebiasaan kita. "Manusia tidak pernah puas," begitulah yang sering kita dengar.

Benarkah ada banyak hal yang dapat kita syukuri? Selama ini kita cenderung hanya mensyukuri hal-hal yang membuat kita bahagia dan senang. Sementara banyak berkat-berkat "kecil" yang terlewatkan begitu saja, karena kita menganggapnya sebagai yang seharusnya (we take for granted.)

Kita dapat mengawali hari kita dengan mengucap syukur atas hari yang baru, atas matahari yang dengan setia terbit tiap pagi. Kalaupun pagi itu hujan, tentunya tidak berkurang syukur kita. Tiba di kantor atau tujuan kita yang lain, kita bersyukur atas perlindunganNYA dalam perjalanan kita. Berjumpa dengan teman-teman, kita merasakan indahnya persahabatan.

Sering kita lupa, betapa beruntungnya kita mempunyai orang tua yang mengasihi kita, yang mencintai kita tanpa syarat, yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan kita dan berusaha memberikan pendidikan terbaik untuk kita. Kita mempunyai saudara-saudara yang memperhatikan; tempat berbagi cerita, suka dan duka. Juga ada guru/dosen yang telah membagikan ilmunya kepada kita.

Kalau kita sakit, kita bertanya kepada TUHAN, mengapa kita diberi penyakit? Sedangkan kalau sehat, kita jarang mensyukurinya. Bersyukurlah kepada TUHAN karena organ-organ dalam tubuh kita bekerja dengan baik tanpa kita perintah. Panca indera kita membantu kita untuk melihat, merasakan, mendengar dan mencium indahnya ciptaan TUHAN (yang hanya kadang-kadang kita syukuri.)

Kita sering mengeluh pekerjaan kita membosankan, gajinya kecil padahal tanggung jawabnya besar, atasan kita menyebalkan, dst, dst. Kita lupa bahwa masih banyak saudara kita yang menganggur di luar sana. Kita membuang-buang makanan (karena mengambil terlalu banyak, tidak disimpan dengan baik sehingga menjadi rusak/busuk, dan sebagainya.) sementara beribu-ribu orang di negeri ini tidak mampu makan dengan layak. Kita merasa iri dengan tetangga atau teman kita karena rumah mereka lebih bagus dan nyaman dibandingkan rumah kita dan tidak bersyukur bahwa kita punya tempat untuk beristirahat dengan nyaman setelah beraktivitas seharian.
Sebagai orang Katolik kita sering tidak menyadari bahwa melalui pembaptisan kita telah diangkat sebagai Anak Allah, telah diselamatkan oleh wafat Kristus di kayu salib. Menerima kehadiran Kristus sendiri dalam Sakaramen Maha Kudus pun, begitu-begitu saja, nothing special. Makan roti biasa saja tanpa penghayatan bahwa Kristus benar-benar hadir dalam diri kita. Sakramen Pengakuan Dosa juga Cuma sekedar rutinitas saja menjelang hari raya Natal dan Paskah.

Jadi mengapa kita harus bersyukur? Apa untungnya? Karena dengan bersyukur kita menyadari sungguh besar kasih Allah kepada kita. Dengan demikian kita dapat semakin merasa dekat denganNYA, dapat berbagi beban denganNYA (bdk Mat 11:28.) Dengan bersyukur berarti kita menerima semua hal yang kita syukuri tersebut. Penerimaan kita ini merupakan salah satu cara kita untuk membalas kasih Allah. Dengan penerimaan ini pula, kita dapat beroleh damaiNYA. Dengan menerima peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidup kita, kita tidak lagi "membuang-buang energi" untuk menyalahkan orang lain (bahkan TUHAN), iri atas kebahagiaan orang lain, membuat rencana buruk terhadap orang lain, dsb yang malah membuat kita tidak tenang.
Sebelum menyudahi tulisan ini, saya ingin mensharingkan bacaan berikut:

God's Boxes
I have in my hands two boxes which God gave me to hold. He said, "Put all your sorrows in the black box, and all your joys in the gold. "I heeded His words, and in the two boxes, both my joys and sorrows I stored.
But though the gold became heavier each day, the black was as light as before. With curiosity, I opened the black, I wanted to find out why, and I saw, in the base of the box, a hole, which my sorrows had fallen out by. "I wonder where my sorrows could be. "He smiled a gentle smile and said, "My child, they're all here with me."
I asked God, why He gave me the boxes, why the gold, and the black with the hole? "My child, the gold is for you to count your blessings, the black is for you to let go." So, let us start learning to count our blessings (and let go all the bitterness in our life.)

Karangjati, 21 Maret 2003

4 Jul 2011

Be Thankful


Be thankful in whatever life brings to us
Either it is good or bad
Whether you like it or not
Be thankful anyway

‘Coz we don’t know what are HIS plans for us
‘Coz our simple mind cannot understand HIS mysterious ways
‘Coz in time, we will realized that HIS thoughts are higher than ours
‘Coz one day we will see the ‘blessing in disguise’

So be thankful…
And life will be more beautiful
‘Coz now you don’t persist in your own plans
But giving your life into HIS grand plans

2 Jul 2011

Betapa bodohnya aku!


Aku adalah seseorang yang suka membuat rencana. Kalau tidak ada rencana, rasanya
aku berjalan tanpa arah. Rencanaku juga tidak hanya satu, tetapi ada Plan A,
Plan B, dst.

Kadang aku juga suka membaca Kitab Suci dan menemukan ayat-ayat yang berkesan.
Salah satunya adalah Yesaya 55:8-9 “Sebab rancanganKu bukanlah rancanganmu, dan
jalanmu bukanlah jalanKu, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit
dari bumi, demikianlah tingginya jalanKu dari jalanmu dan rancanganKu dari
rancanganmu”. Jadi aku menyadari bahwa meskipun aku punya banyak rencana, namun
BAPA punya rencana lain untukku yang belum aku sadari atau pun aku mengerti.

Selama ini kujalani hidupku dengan rencana-rencanaku. Kalaupun ada rencanaku
yang tidak berjalan sesuai yang kuharapkan pada akhirnya aku menyadari bahwa
BAPA memberikan yang lebih baik daripada yang kurencanakan.

Sampai akhirnya ada satu rencanaku yang “berantakan”dan aku berusaha keras agar
rencanaku itu dapat berjalan. Tetapi semakin keras aku mencoba memperbaikinya,
semakin berantakan rencanaku itu, sehingga aku benar-benar sedih karenanya. Aku
menyadari bahwa mungkin yang aku rencanakan tersebut bukan rencana BAPA, tetapi
aku masih selalu meminta kepadaNYA agar rencanaku yang satu ini suatu hari
nanti dapat terlaksana. Saat itu benar-benar susah untuk berpasrah pada
kehendakNYA, sehingga aku sering bertanya-tanya “Apa rencana TUHAN dalam
hidupku?”.

Pertanyaan ini masih muncul setelah tahun berganti tahun dan apa yang
kurencanakan dulu tetap tidak terjadi. Sampai suatu hari dalam kamar pengakuan
dosa, seorang pastor memberikan ayat baru untukku agar aku dapat benar-benar
menerima rencanaNYA, “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada
padaKu mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera
dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh
harapan.“ (Yeremia 29:11). Meskipun demikian, masih tetap sulit bagiku untuk
menerima kenyataan bahwa rencanaku itu sudah gagal total….

Waktu terus berlalu, suatu hari aku mendengar akan ada rombongan dari kotaku
untuk mengikuti Retret Awal di Pertapaan Karmel. Kebetulan ada teman kantor
yang pernah ikut, dan ia mendorongku untuk pergi mengikuti retret tersebut.

Akhirnya aku mengikuti retret itu. Sesi demi sesi berlalu, tapi rasanya tidak
ada kesan yang mendalamdari retret ini. Rasanya masih ada yang mengganjal
meskipun seluruh sesi sudah kuikuti dan tinggal misa “penutup” pada hari Minggu
pagi.

Ternyata Bacaan Pertama dalam misa itu diambil dari Yesaya bab 55, termasuk
ayat yang aku suka di atas. Namun yang aku dengar dalam misa tersebut lain dari
apa yang pernah aku baca, sampai-sampai aku membuka Kitab Suciku untuk
meyakinkan apakah aku tidak salah dengar? Yang aku baca di sana tentu saja seperti yang aku kutip di atas, tapi aku yakin bahwa tadi aku mendengar “….demikianlah jalanKu LEBIH AGUNG dari jalanmu…”. Saat itu baru aku menyadari bahwa aku telah begitu bodoh selama ini… Sungguh bodoh bahwa aku telah menolak rencana TUHAN yang lebih agung dari rencanaku, dengan terus berkutat pada rencanaku itu dan tidak
membiarkan TUHAN melaksanakan rencanaNYA.

Jadi dalam doa sesudah komuni aku berdoa kepadaNYA bahwa aku benar-benar bodoh
telah menolak rencanaNYA, menyesali hal tersebut dan mohon ampunanNYA. Setelah
penerimaan komuni ternyata ada sesi adorasi, yaitu ajakan biarawan/biarawati
Karmel untuk menghormati Sakramen Maha Kudus dan memuji TUHAN. Setiap umat
diperbolehkan untuk mengungkapkan rasa hormatnya dengan sikap atau caranya
masing-masing. Jadi aku mengambil sikap berlutut, membuka kedua tanganku
(seperti saat menyanyikan BAPA KAMI dalam misa) dan mulai berdoa.

Selama adorasi tersebut beberapa biarwan/biarawati Karmel menyerukan nubuat-nubuat
untuk banyak orang yang hadir dalam Misa tersebut. Dan sementara aku berdoa,
aku mulai merasakan jari kelingking kiriku “kesemutan”, yang lama-lama menjalar
ke siku. Lama kelamaan aku merasakan tanganku bergerak dengan sendirinya,
seolah ada yang membimbingnya untuk menelungkupkan tanganku, kembali terbuka,
begitu seterusnya.

Ada pembicaraan di antara peserta retret, bahwa itulah tanda-tandanya kalau Roh
Kudus bekerja. Jadi aku begitu terharu dan berhenti untuk berdoa mengucap
syukur. Aku merasa bahwa doaku sesudah komuni tadi berkenan kepada BAPA, karena
kejadian yang baru saja aku alami itu.

Sesudah berdoa aku kembali mengambil sikap seperti tadi. Tak lama kemudian,
kembali terasa ada yang menggerakan tanganku, jadi aku ikuti saja, percaya bahwa
Roh Kudus sendirilah yang bekerja. Lama kelamaan tanganku terangkat ke atas
kepala, kembali ke depan dada. Begitu seterusnya berlangsung selama adorasi
tersebut dan aku tetap dapat mendengar berbagai nubuat yang diserukan.
Menjelang usainya adorasi tersebut aku berusaha menghentikan gerakan tanganku
dan kembali berdoa mengucapkan syukur kepada BAPA atas pengalaman iman yang
boleh aku terima pagi itu.

“Terima kasih TUHAN karena Engkau tidak membiarkan aku pulang dari retret ini
tanpa kesan, namun Engkau membuatku sadar bahwa selama ini aku telah berdosa
kepadaMU karena menolak rencanaMU yang agung itu.”
Sekarang aku mencoba untuk membiarkan segala sesuatunya berjalan dalam
bimbinganNYA, sesuai rencanaNYA dan tidak lagi ngotot untuk memaksakan
rencanaku sendiri.

Karangjati, September 2002